"Mokuman Jaot": Tradisi Penghormatan Benda Antik Suku Dayak Uud Danum
Benda antik, dengan nilai sejarah
dan budaya yang tinggi, menjadi harta berharga. Docpri : Ritual nyahkik dan mokuman jaot
Ragamnya meliputi perhiasan (kalung, cincin), keramik (tempayan, guci, piring, vas, teko), seni ukir (patung kayu, tomolang), senjata (pedang, tombak, mandau, senapan), dan lain-lain.
Dalam kepercayaan masyarakat Suku Dayak Uud Danum di Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, benda antik yang disebut jaot diyakini dapat dihuni oleh roh atau makhluk gaib. Oleh karena itu, diperlukan penghormatan khusus agar benda-benda ini tidak mendatangkan kerugian bagi pemiliknya.
Tradisi penghormatan jaot ini dikenal dengan nama mokuman jaot.
Baca juga : Nopahtung: “Tradisi Penyembuhan Suku Dayak Uud Danum”
Menurut tradisi Suku Dayak Uud Danum, roh atau makhluk gaib yang mendiami benda antik diyakini memiliki kekuatan magis yang dapat memengaruhi kehidupan pemiliknya. Oleh karena itu, ketika ada acara adat dalam keluarga, benda-benda antik tersebut harus dihormati melalui ritual yang disebut sonyahkik dan pokuman (diberi sesajian).
Sonyahkik adalah prosesi mengolesi benda antik dengan darah atau telur ayam, yang dilakukan oleh tetua adat dan anggota keluarga sambil melafalkan ucapan dan doa.
Darah dan telur ayam melambangkan danum kohoringan bolum, sebuah simbol yang diharapkan dapat membuat roh benda antik merasa sorongin pios.
Sesajian yang disiapkan biasanya disebut surung. Surung meliputi sejumput nasi, daging (organ) hewan yg dipotong , sihpak somahkuk dan minuman tuak.
Surung dimasukkan dalam sebuah pinjan luan atau nampan yang diletakkan di dekat barang yang akan sonyahkik. Kemudian tetua dan pemilik serta anggota keluarga mengambil sedikit surung dan meletakkannya di atas barang antik disertai membaca doa sebagai bentuk penghormatan. Tidak lupa kemenyan yang dibakar.
Dalam tradisi ini, asap kemenyan atau gaharu dipandang sebagai sarana penting untuk menyampaikan doa dan pesan kepada roh penghuni benda antik, sekaligus sebagai panggilan agar roh tersebut datang menikmati sesajian yang dipersembahkan.
Persembahan atau sesajian, yang dikenal sebagai mokuman jaot, dianggap sebagai bentuk penghormatan dan upaya untuk menjaga hubungan harmonis antara manusia dan makhluk gaib.
Dengan demikian, roh yang mendiami benda antik tersebut diharapkan merasa betah dan tetap tinggal bersama pemiliknya. Hal ini diyakini akan mencegah benda antik tersebut berpindah tangan , dijual atau rusak.
Dipercaya bahwa benda antik yang dihormati dengan baik akan mendatangkan keberuntungan dan rezeki yang berlimpah ruah, dalam bahasa Dayak Uud Danum dikenal sebagai koruhoi bolum atau pocihan, ponyapang ponyusun.
Dahulu, istilah jaot secara khusus merujuk pada kepemilikan benda-benda antik bernilai sejarah dan budaya tinggi. Namun, kini cakupan jaot telah meluas, mencakup harta benda seperti rumah, tanah, mobil, uang, dan keluarga.
Meskipun makna jaot telah berkembang, tradisi mokuman jaot tetap menjadi kearifan lokal yang penting.
Mokuman jaot sebagai bagian dari kearifan lokal, merupakan tradisi masyarakat Dayak Uud Danum dalam menghargai jerih payah memperoleh harta benda.
Tradisi ini bukanlah praktik syirik atau penyembahan berhala, melainkan bentuk penghormatan yang diwariskan turun-temurun.***
Nara Sumber : Rabab, Sos.
Keterangan :
- danum kohoringan bolum : air kehidupan
- sorongin pios = perasaan damai, sejuk dan segar
- koruhoi bolum atau pocihan = rejeki
- ponyapang ponyusun = selalu berkembang
- sihpak somahkuk = ramuan sirih dan rokok
- pinjan luan = piring besar dan antik