Molandak Umok: "Ritual Adat Berladang Suku Dayak Uud Danum"
![]() |
Docpri : Langah ngasak |
Ladang berpindah mengisyaratkan kearifan lokal yang memberikan kesempatan bagi pepohonan di bekas ladang untuk tumbuh kembali. Lahan tersebut baru dapat digunakan kembali setelah beberapa tahun kemudian.
Pada saat proses perladangan dimulai, Suku Dayak Uud Danum melaksanakan beberapa tahapan acara ritual adat. Pada kesempatan ini penulis akan lebih fokus pada tahapan awal setelah memilih lokasi yaitu molandak umok atau ngitot bahtuk ngasak.
Dahulu, nenek moyang orang Dayak melaksanakan ritual adat molandak umok secara utuh. Ritual ini bertujuan untuk meminta izin dan permisi kepada Nabi Tanah serta penghuni hutan lainnya. Tujuannya adalah agar penghuni hutan dapat berjaga-jaga dan turut menjaga, sehingga selama mengolah ladang hingga selesai, tidak terjadi malapetaka dan hasil yang diperoleh memuaskan."
Molandak umok dilakukan setelah memilih lokasi. Memilih lokasi juga ada caranya, yaitu ujung parang ditancapkan ke dalam tanah. Saat ujung parang diangkat kembali dan tanah banyak lengket itu artinya tanah yang baik untuk berladang.
Baca juga : Bohajat : "Ritual Perlindungan Suku Dayak Uud Danum"
Setelah lokasi dipilih, tahapan selanjutnya adalah melaksanakan 'molandak umok' atau 'ngitot bahtuk ngasak'. Molandak umok merupakan ritual adat yang menandai komitmen atau materai awal seseorang untuk menggarap ladang di lokasi tersebut. Penetapan hari dan tanggal ritual ini tidak boleh sembarangan, melainkan harus disesuaikan dengan penanggalan atau almanak yang dianggap cocok, yang disebut ngotihkak."
Suku Dayak Uud Danum memiliki catatan yang disebut kotihkak yang dipegang oleh para tetua. Catatan ini berisi keterangan mengenai kejadian baik dan buruk yang terkait dengan setiap tanggal dan hari. Setelah menentukan hari kotihkak tamam, petani mempersiapkan berbagai keperluan untuk ritual molandak umok, termasuk telur ayam kampung, anakan somomolum lobahtak, parang, batu asah, air, dan yang paling utama adalah kayu hidup solomohing. Kayu ini memiliki batang keras dan daun lebar biasanya ditemukan di sekitar lokasi ladang.
Setibanya di lahan, langkah pertama adalah menentukan lokasi untuk langah ngasak. Kayu solomohing kemudian diolah menjadi langah ngasak dengan cara dipotong sepanjang kurang lebih satu meter. Jumlah potongan harus ganjil, antara 3 hingga 9 potong. Potongan kayu solomohing ini diletakkan di atas tanah, berfungsi sebagai alas batu asah dan tempat duduk bagi pengasah.
Mengapa harus kayu solomohing?
Penggunaan kayu solomohing dalam ritual ini didasarkan pada makna dan sifatnya. Dalam bahasa Dayak Uud Danum, mohing berarti lantang, nyaring, dan melebihi suara lainnya. Harapannya, hasil ladang akan memuaskan dan keberhasilan akan tersebar luas.
Kayu ini
memiliki sifat keras, tidak mudah lapuk dan gampang tumbuh. Demikian harapan
akan pemilik ladang menjadi pekerja keras, ulet, tidak mudah putus asa. Gampang
tumbuh bermakna padi akan tumbuh dengan subur.
Jenis somomolum yang digunakan adalah somomolum lobahtak, yang memiliki tulang daun berpasangan dengan sempurna. Tanaman ini ditanam di depan atau samping langah ngasak. Penanaman somomolum lobahtak bertujuan agar padi yang ditanam kelak memiliki sifat seperti tanaman tersebut, yaitu dingin, mudah tumbuh, dan menghasilkan banyak anakan. Saat menanamnya posisi penanam harus menghadap matahari terbit, dengan harapan para pekerja memiliki semangat tinggi dan umur panjang dalam mengerjakan ladang.
Batu asah, atau bahtuk ngasak, bukan sekadar alat untuk menajamkan parang. Lebih dari itu, batu ini menjadi simbol keseriusan dalam berladang. Pengantaran batu asah menandai komitmen pemilik ladang atas lokasi tersebut. Lokasi tersebut menjadi terlarang bagi orang lain setelah ritual adat dilaksanakan. Jika ada yang melanggar, pemilik berhak menuntut ganti rugi secara adat, atau ngouh.
Telur ayam
kampung dipecahkan bagian ujung kemudian dioleskan ke batu asah dan langah
ngasak, dan jika di sekeliling ada pepohonan besar dan bergetah maka juga
dioleskan untuk mewakili pepohonan lainnya. Sisa cairan telur ayam dapat
dicampur dengan air yang digunakan untuk membasuh parang ketika diasah. Seperti
sebagaimana sifat telur ayam yang dingin sehingga tidak terjadi sesuatu hal yang
tidak diinginkan. Misalnya kecelakaan dan “pomadik pomanah”.
Pomadik pomanah adalah peristiwa sakit-sakitan yang menimpa pemilik ladang atau keluarganya. Ini disebabkan pemilik ladang lalai melakukan ritual seperti tersebut di atas. Penguasa hutan murka karena merasa tempat tinggalnya diganggu semena-mena oleh manusia, tanpa ijin atau memberitahu terlebih dahulu. Kemudian pemilik ladang membersihkan/menebas semak-semak di sekitar langah ngasak, kira-kira kurang lebih seperebahan batang pohon yang paling besar di lahan tersebut.
Di 'langah ngasak, dibuat tempat penyimpanan batu asah yang berbentuk kayu bercabang, setinggi bahu orang dewasa, agar tidak dijangkau hewan seperti babi hutan, kancil, kijang, anjing dan lainnya. Hal ini penting, karena batu asah yang dijilat hewan dipercaya membuat tanah kering dan tidak subur.
Setelah prosesi di langah ngasak selesai, pemilik ladang membuat solukik di empat sudut ladang sebagai penanda batas.
Solukik, yaitu penanda batas ladang, dibuat dari kayu yang ditancapkan miring sesuai arah lahan. Saat molandak umok, pemilik ladang juga memperhatikan tanda-tanda alam seperti suara binatang hutan (atih, buas, iram, atang, ponganon) dan dahan patah.
Jika hal
tersebut terjadi maka batallah menjadikan lokasi tersebut untuk ladang,
meskipun sudah dilakukan prosesi adatnya. Namun ada beberapa pengecualiannya
seperti, atih yang terbang dari kiri ke kanan dan atih yang bersuara sambil
terbang dari atas ke bawah pertanda tanah di lokasi tersebut berejeki.
Ular
ponganon yang muncul ketika molandak umok bagi orang yang tidak terlalu
fanatik akan kepercayaan pantangan, dipandang dari sisi positif melambangkan
tali takin atau tempajang yang akan digunakan untuk mengangkut padi hasil
ladang nantinya.
Setelah ritual adat molandak umok selesai, petani melanjutkan dengan serangkaian kegiatan berikutnya, yaitu monahtik atau menebas semak, serta tahapan lainnya. Namun, ritual adat molandak umok kini semakin jarang dilakukan karena banyak yang lebih memilih cara praktis. Akibatnya, hasil panen padi seringkali tidak sesuai harapan. Bahkan, beberapa petani mengalami sakit-sakitan yang disebut pomadik pomanah, yang diyakini disebabkan oleh menebas hutan tanpa meminta izin kepada penghuni hutan sebagai penguasa alam.
Sebagai anak petani ladang, meskipun sudah beragama dan hidup di zaman modern, jangan lupakan nilai-nilai luhur budaya nenek moyang dalam membuka lahan untuk berladang.
Narsum: RB. Doot, A.Jaini, dan Juris
Ket:
- ngotihkak : memilih waktu
- kotihkak tamam : waktu yang baik
- langah ngasak : alas mengasah
- somomolum : cocor bebek
- lobahtak : naga air
- ngouh : menuntut secara adat
- solukik : tanda/penunjuk batasan
- ponganon : ular sawah; atih, buas, iram : binatang hutan;
- pomadik pomanah: sakit-sakitan yang bukan disebabkan penyakit.