Bohajat : "Ritual Perlindungan Suku Dayak Uud Danum"
Dalam kehidupan manusia, keselamatan, kesehatan, dan murah rejeki adalah harapan yang senantiasa diinginkan.
Nenek moyang suku Dayak Uud Danum meyakini bahwa alam semesta ini memiliki penjaga atau pelindung yang tinggal di tempat-tempat tertentu, yang tak terlihat oleh mata manusia biasa.
Keberadaan mereka hanya bisa dirasakan, dan hanya orang-orang istimewa yang dapat berkomunikasi dengan para penguasa alam tersebut.
![]() |
Doc. Bu Ayak mempersiapkan nohkak hajat |
Salah satu contoh bohajat adalah ketika wabah virus corona melanda dunia. Beberapa kepala keluarga meminta bantuan tetua untuk melaksanakan ritual nyuhkau hajat, dengan harapan agar anggota keluarga mereka terhindar dari kemalangan atau kematian. Setelah wabah corona berakhir, keluarga yang telah melakukan nyuhkau hajat wajib melaksanakan nohkak / moruhput hajat sebagai bentuk ucapan syukur atas keselamatan yang telah diberikan.
Ritual ini dilakukan oleh seseorang atau tetua yang memiliki kemampuan istimewa, seperti kemampuan berkomunikasi dengan roh penjaga alam.
Melalui bohajat, diyakini bahwa seseorang akan terlindungi dari mara bahaya, wabah penyakit, dan malapetaka.
Ritual bohajat meliputi nyuhkau hajat, ngonyah hajat (jika dipandang perlu), dan nohkak / moruhput hajat.
Nyuhkau hajat dilakukan
sebagai awal untuk memohon perlindungan. Ngonyah hajat adalah perpanjangan masa
hajat karena alasan tertentu, sedangkan nohkak / moruhput hajat adalah kegiatan
akhir sebagai wujud ucapan terima kasih dan rasa syukur atas perlindungan atau
rejeki yang telah diberikan.
Baca juga : “Kisah Keluarga Otong: Mendidik dengan Cara Unik untuk Membangun Perilaku & Persaudaraan yang Kokoh”
Ada tindung (pepatah) yang berbunyi, "Kolou ahtak
holang aluk, kolou jolou louk lujak," yang bermakna bahwa meskipun kita
berada dalam kondisi sakit di tengah wabah atau berada di tengah musuh, kita
akan tetap selamat dan terhindar dari marabahaya.
Proses bohajat tidak terlalu rumit, biasanya hanya
memerlukan sebutir telur atau seekor ayam, sihpak somahkuk, manik-manik, piring
berisi beras kuning, dan kemenyan. Setelah semua persiapan lengkap, tetua akan
memulai ritual “nabui.”
![]() |
Doc. Tetua sedang melaksanakan nabui |
Hajat memiliki batas waktu tertentu, namun masih bisa
diperpanjang melalui ngonyah hajat. Contohnya, jika wabah penyakit telah
berakhir dan permintaan telah tercapai, namun yang bohajat belum siap karena alasan tertentu, maka nohkak hajat dapat ditunda. Syarat ngonyah hajat
hampir sama dengan nyuhkau hajat.
Ritual bohajat memiliki risiko yang sangat besar. Jika waktu yang telah ditentukan habis dan orang yang bohajat lupa atau dengan sengaja lalai memenuhi janjinya, maka orang tersebut atau keluarganya bisa mengalami pomadik hajat berupa sakit-sakitan, kemalangan, bahkan kematian.
Nohkak hajat menandai berakhirnya waktu perlindungan / pemberian rejeki yang diberikan oleh Sang Pelindung.
Seorang tetua akan memanggil Sang Pelindung untuk hadir dan menerima upah berupa sesajian yang telah disiapkan. Ritual pemanggilan ini, yang disebut “nabui,” dilakukan oleh sang tetua yang dipasangi manik-manik.
Persiapan yang harus dilakukan termasuk
ayam atau babi, piring berisi beras biasa, piring berisi beras kuning,
sesajian, manik-manik yang dipakai saat nyuhkau hajat, kain, umat (besi), huas
suang pulut (lemang), sihpak somahkuk (bahan nyirih), tuak, kemenyan, serta
bahtui yang dapat berupa barang berharga atau uang. Kumpulan bahan-bahan tersebut di sebut surung.
![]() |
Doc. Surung saat nohkak hajat |
Ritual bohajat bukanlah tindakan yang mengesampingkan
Tuhan sebagai Sang Pencipta, melainkan sebuah ikhtiar untuk menghormati alam
semesta sebagai bagian dari ciptaan-Nya.
Narasumber:
- Ibu
Ayak
- Pak
Hendro