Nyihpak: “Warisan Leluhur yang Tak Lekang oleh Waktu”


Docpri : Ramuan sihpak
Sore itu, di sela-sela kegiatan pendampingan KKG Gugus Batu Harimau, di SDN 25 Ledan Desa Korong Daso Kecamatan Ambalau. 

Saya menyempatkan diri berkunjung ke rumah penduduk. Saya berniat untuk menggali lebih dalam tentang salah satu tradisi unik masyarakat Dayak Uud Danum, yaitu nyihpak.

Saya bersama pak guru Mardi dan pak guru Buten menuju rumah Bibi Babin. 

Bibi Babin adalah seorang tokoh yang kaya akan pengalaman dalam ritual, tradisi, dan adat istiadat setempat. 

Oleh bibi Babin saya diajak untuk menyelami dunia mistis dan makna di balik ramuan sederhana bernama sihpak.

Setelah berbasa-basi, Bibi Babin mulai bercerita.

Dahulu kala, ada seorang manusia di bumi yang tonuah pomasap (didatangi) oleh Songumang. 

Songumang adalah sosok yang dianggap ajaib karena ia bisa muncul dan menghilang tiba-tiba dan segala yang diucapkannya sering kali langsung terjadi.

Ketika Songumang datang, manusia yang dikunjunginya tidak memberikan suguhan apa pun. 

Songumang pun berkata, "Mengapa kalian, manusia penghuni bumi, tidak menyiapkan poramun sihpak (ramuan menyirih)? Itu adalah ramuan penting yang seharusnya ada."

Manusia tersebut menjawab, "Kami tidak tahu apa yang harus disiapkan atau dilakukan."

Kemudian, Songumang mulai menyebutkan satu per satu ramuan yang dibutuhkan untuk membuat sihpak. Dengan kekuatan ajaibnya Songumang langsung mengeluarkan dan menunjukkan setiap ramuan tersebut.

Ramuan sihpak itu terdiri dari lout (daun sirih), ahpuh (kapur), kambin (gambir), kahat (pinang), dan somahkuk (tembakau).

Setelah itu, Songumang berkata, "Ramuan sihpak ini harus selalu tersedia di rumah kalian, dan harus diwariskan kepada anak cucumu."

Setelah berucap demikian dalam hitungan detik Songumang tiba-tiba menghilang.

Baca juga : Namit Sabhang Tingkatan dalam SAHKIK KORUH

Sejak saat itu hingga sekarang, hampir di setiap rumah warga suku Dayak Uud Danum yang mengetahui asal-usul dan cerita tentang ramuan sihpak, selalu menyediakannya.

Warga Suku Dayak Uud Danum percaya, dengan menyiapkan ramuan sihpak jika suatu saat Songumang datang lagi, mereka akan mendapatkan berkah untuk hidup yang lebih baik.

Sebab saat Songumang tiba-tiba berkunjung, hal pertama yang akan ditanyakannya adalah ramuan sihpak. Jika tidak tersedia, Songumang akan berkata, "Ramuan sesederhana ini saja tidak bisa kamu siapkan, maka akan begitu pun keadaan kehidupan mu selanjutnya."

Ramuan  sihpak dikonsumsi dengan cara dikunyah.

Pertama-tama, pinang dibelah lalu dikunyah. Jika pinang sudah tua, bijinya yang diambil, sedangkan untuk pinang yang masih muda, hanya kulit luarnya yang dibuang. Setelah itu, selembar daun sirih diolesi dengan sedikit kapur dan dikunyah. Kemudian ditambahkan gambir dan tembakau secukupnya.

Setelah dikunyah beberapa lama, campuran sihpak ini perlahan berubah warna menjadi merah.

Docpri : Foto bersama bibi babin di kediamannya

Nyihpak sangat digemari oleh berbagai kalangan, baik orang tua maupun anak muda dari suku Dayak Uud Danum, tanpa memandang profesi apakah mereka petani, pedagang atau bahkan pegawai pemerintahan.

Banyak yang berpendapat bahwa meskipun sudah disuguhi makanan dan minuman enak saat bertamu, jika tidak ada ramuan sihpak, rasanya seperti terasa ada yang kurang.

Nyihpak telah menjadi tradisi turun-temurun di kalangan suku Dayak Uud Danum. 

Ramuan sihpak tidak pernah ketinggalan dalam kegiatan apa pun, terutama saat ada gawai, dan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Saat ini ramuan sihpak dianggap sebagai perekat yang mempererat suasana keakraban. 

Tradisi nyihpak tidak hanya sekedar kebiasaan mengunyah daun sirih, tetapi mengandung nilai-nilai luhur yang patut kita lestarikan.

Nyihpak menjadi media untuk mempererat hubungan antar anggota masyarakat. Saat berkumpul sambil nyihpak, terjalin komunikasi dan interaksi yang hangat.

Menyajikan sihpak kepada tamu merupakan bentuk penghormatan dan keramahtamahan yang tinggi.

Dalam kegiatan nyihpak, perbedaan status sosial, usia, atau profesi seakan sirna. Semua merasa setara dan terikat dalam satu tradisi. ***Selesai***

Nara sumber :

Bibi Babin (Tokoh masyarakat Ledan)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url