Songumang dan Lacak Hacik: Kematian Palsu
Di sebuah tempat di tengah hutan lebat, hiduplah seorang pemuda gagah berani bernama Songumang. Meski berpenampilan tangguh dan cerdik namun hatinya lembut bagai sutra. Ia tinggal bersama ibunya, merawat dan menyayanginya dengan sepenuh hati.
![]() |
IC : Sekumulan hewan sedang menggotong Songumang ke rumah ibundanya |
Melihat putranya sedih, sang
ibu menghibur, "Mungkin belum rejekimu, Nak." Kata-kata itu selalu
menjadi penyemangat bagi Songumang.
Malam itu, mereka tertidur
lelap diiringi berbagai suara binatang hutan yang bersahutan, menciptakan alunan merdu bagai musik alam.
Baca juga : Songumang dan Lacak Hacik : Nahkou Kotoluh Manuk
Keesokan harinya, Songumang bangun dengan semangat baru.
Sambil membantu ibunya mengerjakan
pekerjaan
rumah, ia memikirkan cara untuk mendapatkan hewan buruan.
Tiba-tiba,
sebuah ide muncul di benaknya.
Songumang
kemudian berbincang sejenak dengan ibunya. Lama ibunya baru paham akan maksud
Songumang.
Songumang
menutup semua sela-sela lantai, dinding dan atap rumahnya yang berlubang dan
berpesan pada ibunya, "Bu, nanti setelah jenazah ku dibawa masuk ke dalam rumah,
ibu harus melakukan seperti yang sudah aku sampaikan”.
Kemudian
Songumang pergi ke semak-semak tak jauh dari rumah. Mengambil sepotong kayu dan
meletakkannya di antara kedua kakinya. Seperti orang yang tertusuk kayu. Ia kemudian
berpura-pura mati.
Tak
berselang lama, seekor burung terbang melintasi Songumang yang tergeletak.
Burung itu pun segera menyebarkan berita ke seluruh penghuni hutan bahwa
Songumang telah mati tertusuk kayu. Para binatang hutan, besar maupun kecil,
berdatangan untuk melihat jenazah Songumang. Mereka kemudian beramai-ramai
menggotong jenazah Songumang sampai ke rumah ibunya.
Ketika
rombongan binatang melewati titian batang pinang, seekor burung korojilok terbang dengan suara khasnya, "rap
rap rap", namun Songumang tetap diam, mempertahankan aktingnya.
Sesampainya jenazah di dalam rumah, ibu Songumang pura-pura menangis meraung-raung . Ia lalu mengambil
parang, berkata bahwa Songumang pernah berpesan agar diberi parang jika ia
mati.
Sesuai
rencana, kemudian sang ibu keluar dan mengunci pintu dari luar. Saat itulah
Songumang bangkit dan berhasil menangkap semua hewan yang masuk ke rumahnya.
Kecerdikan Songumang akhirnya membuahkan hasil. Ia memperoleh banyak binatang
hanya dengan berpura-pura mati.
Baca juga : Pertukaran Rumah: "Lacak Hacik dan Songumang"
Daging-daging hewan yang sangat banyak tersebut kemudian ada yang disalai, diasapi, digoreng dan diasinkan. Aroma sedap terbawa kemana-mana mengikuti arah angin, bahkan sampai kerumah Lacak Hacik.
Lacak
Hacik kemudian bertamu ke rumah Songumang, Lacak Hacik disuguhi berbagai jenis
masakan yang enak-enak oleh ibunya Songumang.
Usai
makan, Songumang dan Lacak Hacik terlibat percakapan serius. Lacak Hacik akan
meniru apa yang dilakukan oleh Songumang.
Tak
Sabar Lacak Hacik pulang. Oleh-oleh pemberian ibunya Songumang ditolaknya
sambil berkata,” arok mbak atuh ekuk habun (lebih banyak dari itu hasil yang
akan saya peroleh nanti)”.
Setibanya
di rumah Lacak hacik kemudian menyampaikan niatnya kepada Tateu sang Istri.
Istrinya menurut saja walau dalam hati timbul keraguan.
Keesokan
harinya Lacak Hacik akan melaksanakan rencananya dan berpesan kepada istrinya agar
melakukan seperti yang sudah ia sampaikan.
Lacak
Hacik meniru seperti yang telah Songumang lakukan.
Namun saat
rombongan binatang melewati titian batang pinang, seekor burung korojilok
terbang dengan suara khasnya, "rap rap rap". Lacak Hacik kaget dan
terduduk. Ia mengira suara rap rap rap itu berasal dari batang pinang yang
dijadikan titian dan hendak patah.
Spontan saja
para binatang langsung melepaskan jenazah Lacak Hacik yang sedang mereka gotong.
Lacak Hacik terjatuh, mengerang kesakitan, tulang belulangnya terasa hancur remuk
redam. Rombongan binatang pun lari kabur setelah mengetahui bahwa Lacak Hacik
berniat menipu mereka dengan berpura-pura mati.
Lacak Hacik
pulang dengan membawa rasa sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Ia
meminta anaknya, Puhtir, untuk menjemput Songumang agar mengobatinya. Hanya
dengan komat-kamit membaca mantra dari jarak jauh, Lacak Hacik pun sembuh. ***Tamat***
Pesan moral dari cerita ini
adalah bahwa kecerdikan dan perencanaan yang matang membawa hasil baik,
sementara meniru tanpa pemahaman berujung buruk.
![]() |
Pak Hendro Rade sedang menceritakan Kelimoi Sengumang |
Pencerita : Hendro Rade
Bagus ceritanya. Lanjutkan