Songumang dan Lacak Hacik: “Pertukaran Rumah"
Alkisah, suatu pagi yang cerah, seorang lelaki paruh baya sedang menikmati kopi pahit yang dicampur gula enau.
Image creator : Lacak Hacik menikmati kopi di depan rumahnya yang megah |
Sang istri menjawab santai, “Bertamu lagi? Nanti ada-ada saja yang ingin
kamu tiru, yang ujung-ujungnya malah buat sakit diri sendiri.”
“Tenang, saya ini sudah banyak makan asam garam kehidupan sementara dia
belum apa-apa,” jawab lelaki paruh baya tersebut dengan sedikit pongah.
Lelaki paruh baya tersebut bernama Lacak Hacik. Ahkon (ponakan) yang dimaksudnya adalah Songumang. Keduanya berteman sangat akrab.
Setiap kali
pulang bertamu dari rumah Songumang, Lacak Hacik selalu ada-ada saja yang
ditiru. Namun, persoalannya, apa yang ditiru selalu membuatnya sial.
Pergilah Lacak Hacik bertamu ke rumah Songumang. Kira-kira mengisap
sebatang rokok sampai habis, sampailah Lacak Hacik di halaman pondok Songumang.
“Ehmm, touk masap leh ahkon (boleh bertamukah, ponakan)?” sapa Lacak Hacik
sekadar berbasa-basi.
“Turus mamak turus (boleh, paman, dengan senang hati),” jawab Songumang
menyambut pamannya.
“Oluk po iyam tonurus, ondou masap dalih (walaupun tidak dipersilakan,
sudah waktunya bertamu),” jawab Lacak Hacik.
Lacak Hacik pun masuk ke dalam pondok Songumang. Di dalam, ia disuguhi
kosalah sihpak (sirih pinang) oleh ibunda Songumang.
Baca juga : Hopong Prosesi Penyambutan Ala Suku Dayak Uud Danum
Lacak Hacik sangat kagum mendengar bebunyian yang muncul dari segala tiang rumah Songumang.
Suara gemuruh tersebut sangat mengasyikkan, seolah-olah
menjadi hiburan tersendiri bagi Lacak Hacik.
“Ahkai-ahkai ahkon (aduhai ponakan), bagaimana cara mendapatkan bebunyian
seperti ini?” tanya Lacak Hacik.
Songumang pun menjelaskan seadanya sambil memberikan contoh. “Jika paman
ingin suara yang lebih keras dan nyaring lagi, silakan tiang-tiang pondok ini
diguncang sekuat-kuatnya,” jelas Songumang.
Lacak Hacik mulai meniru dan membuktikan apa yang dijelaskan Songumang.
Benar saja, semakin kuat dan sering tiang pondok diguncang, semakin kuat dan
nyaring bebunyian yang keluar.
Akhirnya, Lacak Hacik meminta mereka bertukar rumah. Awalnya, Songumang
merasa keberatan karena rumah seperti miliknya sangat sulit diperoleh.
Namun, Lacak Hacik terus memaksa dan bahkan rela bertukar rumah sekaligus dengan barang-barang dan harta benda di dalamnya.
Karena terus didesak,
akhirnya Songumang setuju. Ketika pindah, mereka hanya boleh membawa selimut
masing-masing saja.
Betapa senangnya hati Lacak Hacik. Dengan terburu-buru, ia meminta izin
untuk pamit pulang.
Sesampai di rumah, ia menceritakan kepada anak dan istrinya tentang niatnya
untuk bertukar rumah dengan Songumang. Anak dan istrinya hanya mengikuti saja
tanpa mampu menolak.
Sore harinya, kesepakatan mereka untuk bertukar rumah pun dilaksanakan.
Demikianlah, Songumang tinggal di rumah Lacak Hacik yang besar dan megah,
sementara Lacak Hacik menempati pondok Songumang yang kecil demi mendapatkan
bebunyian yang indah.
Baca juga : Lacak Pemusing Dan Lacak Siit | Cerpen
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, Lacak Hacik selalu mengguncang tiang rumahnya setiap kali ingin mendengarkan bebunyian yang indah.
Hingga
suatu hari, ketika Lacak Hacik mengguncang tiang rumahnya, akhirnya rumah itu
roboh, hancur rata dengan tanah.
Lacak Hacik termangu penuh penyesalan karena ketidaktahuannya.
Sebenarnya, bebunyian yang bergemuruh di pondok Songumang berasal dari
suara mabong, potik (lebah kayu/kumbang kayu/tawon) yang membuat sarang di
dalam tiang-tiang pondok yang berbahan kayu mudah lapuk. Image creator : Lacak Hacik yang menempati rumah Songumang
Kayu-kayu tersebut seperti hasang, solomangun dan solokubung. Semakin tiang diguncang, semakin kuat suara serangga tersebut karena merasa terganggu.
Sebaliknya, hewan tersebut tidak bersarang di tiang-tiang rumah Lacak Hacik karena bahan rumah Lacak Hacik terbuat dari kayu-kayu berkualitas seperti kayu ulin, kayu bengkirai, dan kayu keladan.
***tamat***
Pesan moral :
Cerita ini mengajarkan pentingnya bersikap bijaksana, berhati-hati, dan
tidak tergoda oleh hal-hal yang tampak menarik tanpa memahami konsekuensinya.
Ketika kita mencoba meniru sesuatu tanpa pengetahuan yang cukup, hasil akhirnya
akan membawa diri kita ke dalam kesulitan. Yang terpenting adalah selalu untuk
menghargai apa yang kita miliki dan tidak selalu menginginkan milik orang lain.