“Ritual Nicak Korabuk”: Makna dan Pelaksanaan Setelah Mengantar Jenazah


Docpri : ritual nicak korabuk

Nicak korabuk adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat suku Dayak Uud Danum di Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, setelah prosesi pemakaman. Tradisi ini dilakukan setelah mengantar jenazah ke tempat peristirahatan terakhir. 

Nicak korabuk berasal dari kata nicak yang berarti menginjak, dan korabuk yang berarti abu. Ritual ini  dilakukan dengan menginjakkan kaki pada abu, air, dan batu.

Nicak korabuk dilakukan oleh orang-orang yang baru saja pulang dari pemakaman, sebelum mereka memasuki kembali rumah keluarga yang berduka atau sebelum kembali ke rumah masing-masing. Ritual nicak korabuk dilakukan dengan menginjakkan telapak kaki secara bergantian.

Bahan dan maknanya

"Bahan-bahan yang digunakan dalam tradisi ini, yaitu korabuk (abu), danum (air), dan bahtuk (batu, umumnya batu asah), diletakkan di depan rumah duka, tepatnya di sopahtah (teras) atau kuhung honjan (kepala tangga). Abu dan air masing-masing ditempatkan di dalam wadah, seperti piring seng atau bangok buluk (tempurung kelapa tua).

Antonius Turan seorang tokoh adat Kecamatan Ambalau menjelaskan makna dari nicak korabuk.

Korabuk bermakna mengingatkan setiap orang akan asal usulnya di dunia ini. Manusia berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah. Semua yang hidup di dunia akan kembali ke asalnya.

Bahtuk bermakna agar semenget moruak atau roh manusia yang baru pulang dari kuburan atau yang baru berduka diberikan kekuatan, semangat dan roh laksana kerasnya sebuah batu.

Air dalam tradisi ini melambangkan kesucian. Jiwa dan raga manusia harus disucikan, dibersihkan dari segala noda. Terutama setelah pulang dari tanom tambak (kuburan).

“Benda yang kotor jika dibilas dengan air, niscaya akan bersih kembali” jelas Turan tegas.

Turan memperjelas, "Dalam ritual ini, tidak ada aturan baku mengenai urutan bahan yang terlebih dulu diinjak atau kaki sebelah mana yang digunakan. Yang terpenting, ketiga bahannya lengkap."

Harapannya setelah menginjakkan telapak kaki pada abu, batu dan air agar manusia selalu ingat bahwa yang hidup akan mati. Manusia yang masih hidup di dunia selalu berikhtiar agar memperoleh usia yang panjang. 

Memiliki semenget moruak yang keras bagaikan sebuah batu. Keras yang berarti tidak pomomak  (sakit-sakitan). Suci dan kebersihan jiwa raga dari pengaruh kotornya kehidupan di dunia laksana tersiram air  kembali menjadi bersih.

Usai menginjakkan telapak kaki pada abu, batu dan air  dilanjutkan dengan ritual adat lainnya sesuai dengan permintaan dan kebiasaan pihak keluarga yang berduka.

Nara Sumber : Antonius Turan

 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url