“Hopong”: Prosesi Penyambutan Ala Suku Dayak Uud Danum
![]() |
Docpri : acara nyuruk hopong |
“Sebelumnya mohon maaf, bapak dan rombongan jangan langsung menuju rumah. Karena kami akan menerima rombongan dengan tata acara adat Dayak Uud Danum dengan mempersiapkan hopong,” kata seorang tokoh masyarakat setempat.
Sejenak saya berpikir, ternyata warga di desa ini begitu menghargai tamu
dan tetap melestarikan budaya nenek moyangnya.
Semula saya menolak, karena dalam rombongan kami tidak ada yang dituakan
dan paham tentang bagaimana seharusnya ketika mengantar tamu melewati
hopong.
“Sebab guru yang Bapak antar baru menginjakkan kaki di desa ini dan akan
mendidik anak-anak kami, maka kami harus menerimanya secara adat,” jelas tokoh
masyarakat tersebut.
“Baiklah, dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung,” jawab saya.
Berkat bantuan dan tuntunan tokoh masyarakat setempat, acara “nyuruk
hopong” sesuai prosesi adat dapat terlaksana dengan lancar.
Baca juga : “KKG Gugus 4 Batu Harimau: Petualangan dalam Meningkatkan Kompetensi Guru di Pedalaman Ambalau”
Hopong sudah sering saya lihat semenjak usia SD. Bahkan sudah sering
sebagai bagian dalam rombongan nyuruk hopong. Tetapi kesempatan sebagai yang
dituakan dalam rombongan hampir tidak pernah.
Hopong dibuat oleh masyarakat Dayak Uud Danum pada saat menyambut “orang
baru” atau tamu dari luar. Seperti pada saat menyambut rombongan tamu
pemerintahan yang akan berkunjung. Menyambut rombongan mempelai pada saat acara
pernikahan adat. Dan rombongan tamu pada saat penyelesaian acara kematian
(dalok).
Hopong dipasang merintangi jalan yang akan menuju tempat acara atau rumah
hajatan.
Untuk lebih memahami tentang Hopong saya bertanya kepada beberapa tokoh
masyarakat Suku Dayak Uud Danum.
Bagaimana kalau akses jalan yang menuju lokasi acara
lebih dari satu?
Hopong hanya dibuat satu saja. Penempatan hopong dipilih di satu tempat
yang jalannya akan dilalui oleh rombongan tamu. Lokasi yang dipilih untuk
memasang hopong adalah jalan yang dapat memberikan ruang yang cukup untuk orang
banyak berkumpul. Karena di hopong akan ada prosesi adat yang sangat sakral
untuk dilaksanakan.
Pemasangan hopong di tengah jalan bertujuan untuk menghalangi tamu langsung
masuk ke lokasi acara tempat hajatan/rumah/gedung. Hopong bagi orang dayak uud
danum bermakna untuk menghalangi “atang dehiyang jaek” atau roh/aura negatif
yang diyakini ikut menyertai atau menumpangi anggota rombongan, dalam
perjalanan dari asal menuju tempat tujuan. Dengan adanya hopong, maka
roh/aura negatif tersebut akan berhenti/putus sampai di situ. Tentu saja
melalui proses adat.
Bahan kajuk (kayu) hopong yang
dipasang merintangi jalan harus menggunakan kayu hasang. Kayu ini jenisnya ringan dan tidak keras tetapi jika sudah
kering cukup kuat, daunnya tidak terlalu lebar. Kayu hasang banyak terdapat di
hutan atau disekitar tempat tinggal masyarakat.
Panjang kayu hasang untuk hopong disesuaikan dengan lebar jalan yang akan
dilewati. Biasanya kurang lebih 2 sampai 2,5 meter. Besar kayu yang digunakan
sebesar lengan orang dewasa. Di samping kiri dan kanan hopong terpasang pelepah
daun kelapa tua yang masih segar berwarna hijau.
Daun kelapa memiliki banyak kegunaannya. Demikian juga harapan mereka
terhadap tamunya. Agar setiap tamu yang datang melewati hopong bisa bermanfaat
dan menjadi berkat bagi masyarakat setempat.
Mengapa harus kayu hasang, apakah tidak boleh jenis
kayu yang lain?
Menurut penjelasan Arjali Ketua (Dewan Adat Dayak) DAD Kec. Ambalau , kayu
hasang dipilih karena memiliki cerita yang sangat panjang dan sakral. Pada
zaman dahulu, nenek moyang Uud Danum suka mengayau (mencari kepala manusia).
Kayu ini yang digunakan untuk membuat semacam rak untuk menyimpan kepala
manusia hasil mengayau. Saya tidak menjelaskan apa dan bagaimana mengayau,
karena saya lebih fokus kepada apa itu “hopong”.
Menurut R.B. Doot, A.Ma.Pd.SD. tokoh masyarakat dan pensiunan guru
menjelaskan bahwa dahulu pernah ada manusia yang berubah wujud menjadi
“Lobahtak” atau naga, orang-orang berusaha untuk membantu agar naga tersebut
dapat segera turun ke sungai, maka satu-satunya kayu yang mampu digunakan sebagai
galangan hanyalah kayu hasang.
Dasar dari beberapa peritiwa itulah maka nenek moyang memilih kayu hasang
sebagai hopong. Karena kayu hasang dianggap memiliki kelebihan dan keunikan
tersendiri.
Mengapa menggunakan batang tebu untuk Hopong?
Rabab, S.Sos. salah satu tokoh masyarakat Kec. Ambalau menjelaskan, nenek
moyang terdahulu menggunakan batang tebu untuk hopong, ketika ada kegiatan
mengantar “sakai pulank” saat panen padi. Batang tebu digunakan karena batang
tebu memiliki anakan yang banyak. Hal ini dimaknai melambangkan kesuburan.
Mereka berharap dengan menggunakan batang tebu sebagai hopong akan membawa
hasil yang melimpah bagi kedua belah pihak.
Anastasia Jaini, A.Ma.Pd.SD. pensiunan guru SD menjelaskan, “Sekarang
banyak masyarakat memilih batang tebu sebagai bahan hopong ketika acara
menyambut tamu”.
Misalnya, untuk menyambut pejabat daerah dan pesta pernikahan. Karena
berkeyakinan dengan batang tebu yang membawa makna kesuburan.
Di hopong disiapkan ayam, babi, tombak, sirou, "takui darok”
(semacam topi/caping yang terbuat dari bahan rotan , “kacang uwoi” (tikar dari
bahan rotan) dan kain panjang yang baru. Di bagian sebelah atas juga dirintangi
dengan “lambuk” tali yang terbuat dari benang. Tidak lupa juga disiapkan
“sahkang palik” ramuan alami yg dibilas di kepala yang hadir agak tidak terjadi
sesuatu musibah jika dalam pelaksanaan adat ada tutur kata atau tingkah laku
yang tanpa sadar diucapkan atau dilakukan selama pesta berlangsung.
Pada saat tamu datang, mereka harus berhenti terlebih dahulu di depan
hopong.
Apa saja yang dilakukan di depan hopong?
Di hopong dilakukankan prosesi adat berupa “pohpas” oleh tetua adat kepada
semua anggota rombongan. Seekor ayam yang masih hidup dikibaskan di atas kepala
para rombongan tamu. Tujuannya untuk menghalau roh jahat dan aura negatif yang
ikut menyertai “menumpangi” rombongan tamu pada saat melakukan perjalanan
menuju acara. Pohpas akan lebih khikmat bila dilakukan dengan
lantunan berupa “parung”.
Kemudian ayam dipotong dan babi ditombak. Ini bertujuan agar roh jahat atau
aura negatif yang menyertai/menumpangi para tamu dapat makan dan minum darah
hewan tersebut. Masyarakat adat Dayak Uud Danum percaya bahwa jika roh otuk-lio
(roh para hantu dan mahluk halus) telah kenyang mencicipi darah hewan yang
dikurbankan, maka para roh akan pulang ke asal mereka di alam gaib. Sehingga
roh itu tidak akan mengganggu manusia yang akan melaksanakan acara.
Prosesi selanjutnya adalah lantunan parung yang dilakukan secara bergiliran
oleh kedua belah pihak yang berisikan tujuan dan harapan datang ke acara
hajatan.
Selanjutnya, “Takui darok” dan “kacang uwoi” serta kain panjang dibuka oleh
tamu yang lebih tua (mempunyai banyak pengalaman hidup) dengan diiringi
ucapan alasan berupa pengalaman yang “dianggap” melebihi kelaziman manusia pada
umumnya.
Kemudian di hopong dilakukan pemasangan “sirou” atau tali “tongang” (gelang
manik-manik yang diikat dengan benang dari serat kulit kayu “tongang”). Makna
pemasangan sirou untuk menguatkan jiwa dan roh para tamu yang disebut “semenget
meruak”.
Acara yang dinantikan adalah pemotongan hopong oleh yang dituakan di pihak
tamu. Pemotongan hopong kayu “hasang” tersebut wajib menggunakan mandau
(senjata khas dayak). Ketika memotong hopong kayu hasang atau tebu harus
terpotong tuntas. Maknanya adalah agar dengan dipotongnya hopong maka
hilang/habis tanpa sisa pula segala “atang dehiyang jaek” aura negatif sehingga
rombongan tamu dapat bergabung bersama dalam acara/hajatan dan bagi yang
akan menetap diliputi aura positif,
Pada saat memotong hopong disertai pula dengan mengucapkan kalimat-kalimat
bisa berupa mantra, yang mengarah kepada harapan-harapan yang baik.
Prosesi terakhir di hopong adalah atraksi “lawang sekehpeng” atau pencak
silat. Dilakoni oleh masing-masing perwakilan kedua belah pihak yang diiringi
dengan musik gong berirama “gendang silat”. Ini melambangkan bagaimana kedua
belah pihak harus saling bekerja sama untuk menjaga keamanan dan ketertiban
serta saling melindungi selama acara berlangsung.
Setelah acara lawang sekehpeng, maka tamu dipersilakan untuk menuju
rumah atau lokasi acara hajatan untuk melanjutkan acara berikutnya.
Apa yang wajib ada di hopong?
Rabab, S.Sos. kembali menjelaskan, prosesi adat di hopong dapat disesuaikan
dengan jenis acara yang dilaksanakan. Yang wajib ada dan harus dilakukan di
hopong dan tidak boleh tidak adalah ayam untuk pohpas , babi biarpun kecil.
Acara hopong suku Dayak Uud Danum merupakan tradisi leluhur. Terus
dilestarikan hingga kini. Hopong mengajarkan kepada kita tentang budaya tata
krama nenek moyang saat berkunjung ke suatu wilayah. Sejak jaman dahulu,
nenek-moyang orang Uud Danum saling menjaga etika. Baik yang berkunjung maupun
yang akan dikunjungi tidak boleh sembarangan masuk tanpa ijin ke suatu
tempat/wilayah orang lain dan tetap dengan membawa keberkahan bagi kedua belah
pihak.