Kisah Lohpou Bahtuk, Jejak Sejarah di Bukit Lohtong
![]() |
| Docpri : Tampilan depan Lohpou Bahtuk (Rumah Batu) |
Jejak Para Kanyou
Masyarakat Dayak Uud Danum menyebutnya rumah batu. Disebut demikian karena memiliki ceruk (gua) menyerupai tempat tinggal atau shelter dan fungsinya yang vital sebagai tempat berlindung. Namun, jauh sebelum era modern, Lohpou Bahtuk memiliki peran yang jauh lebih kelam dan dramatis.
Konon, pada masa sebelum berlangsungnya Perjanjian Tumbang Anoi pada tahun 1894, sebuah perjanjian damai monumental di Kalimantan Tengah untuk menghentikan tradisi mengayau (perburuan kepala) antar suku, gua ini menjadi pos peristirahatan dan persembunyian yang sangat strategis.
Terletak di ujung Sungai Rade, para kanyou (pengayau) sering memanfaatkan Lohpou Bahtuk sebagai markas sementara. Dari sini, mereka bisa beristirahat, memantau keadaan, atau merencanakan perjalanan menuju beberapa wilayah sebelum turun ke kampung-kampung untuk menjalankan tradisi perburuan kepala. Gua ini menjadi titik penting dalam jaringan pergerakan mereka di kawasan Rade dan sekitarnya.
Dimensi dan Lokasi serta Fungsi di Era Modern
Seiring berjalannya waktu dan dihentikannya tradisi mengayau, fungsi Lohpou Bahtuk pun berevolusi. Statusnya sebagai tempat yang strategis tidak berubah, namun kini diisi dengan kegiatan yang damai dan fungsional.
Saat ini, Lohpou Bahtuk menjadi tumpuan bagi masyarakat setempat. Bagi para pemburu atau mereka yang sedang melakukan aktivitas di hutan, rumah batu ini adalah balai (tempat berkumpul/berteduh) alami.
Baik untuk jonyok ondou (keburu hari) saat kepanasan atau jonyok pindong (keburu malam) saat hujan deras, gua ini menawarkan perlindungan. Bahkan, tidak jarang masyarakat yang beraktifitas di hutan seperti saat mencari nyahtong (damar) bermalam di dalamnya, menjadikannya sebuah penginapan alam terbuka yang aman.
