Cerpen “Kasih yang Berdiri Tegak”

 

Docpri : Foto Umat Lingkungan Sto. Matius di depan Salib Pelindung

Angin senja pada hari Rabu, 14 Mei 2025, bertiup lembut, membawa aroma tanah basah dan kesungguhan hati. Di Dusun Sungai Ombak, Desa Lunjan Tingang, sebongkah harapan tengah dirajut oleh umat Lingkungan Santo Matius. Hari itu adalah hari bersejarah, pemindahan Salib Pelindung Lingkungan Santo Matius dari kompleks Gereja Katolik Paramba ke lokasi barunya, halaman depan rumah sang Ketua Lingkungan, di depan kantor Koramil Ambalau, jalan lintas Serawai-Ambalau.

Sejak lama, salib itu telah menjadi mercusuar iman, namun kini ia akan berdiri lebih dekat, di jantung kehidupan umat.

Pukul 15.30 WIB, perarakan dimulai dari titik kumpul tengah kampung. Salib kayu yang mulia itu dipikul bersama, barisan umat Katolik Lingkungan Santo Matius khusyuk, didampingi masyarakat sekitar dan tamu dari lingkungan lain. Langkah kaki mereka berpadu dengan alunan musik tradisional Suku Dayak Uud Danum yang mempesona.

Tahpih tasai, kotambung dohiyang, dan purang parik, musik itu seolah bernyawa, melantunkan doa tanpa kata. Yang paling menyentuh adalah pemandangan ibu-ibu sesepuh. Jari-jari tua nan lentik yang telah mengukir sejarah hidup, kini lincah menabuh kotambung dan memukul gong. Riuh rendah irama itu bukan sekadar music, ia adalah resonansi iman, gema janji penyelamatan yang terukir di kayu salib Kristus.

Selama dua puluh menit perjalanan yang diwarnai kekayaan budaya dan spiritual, setiap langkah terasa seperti ziarah. Setibanya di kediaman Ketua Lingkungan, Salib diletakkan dengan penuh hormat di atas meja beralaskan kain merah. Suasana kemudian beralih keheningan adorasi saat Misa Kudus dimulai, dipimpin oleh Pastor Paroki.

Salib Berdiri Kokoh, Iman Tertanam Kuat

Usai Misa, momen yang paling dinanti pun tiba: penancapan Salib Pelindung Lingkungan.

Senja telah berganti malam. Di sekeliling lubang yang telah disiapkan, umat berdiri rapat. Cahaya lilin yang kecil namun gigih menari-nari, memantul pada wajah-wajah yang penuh harap. Dengan kekuatan gotong royong dan bisikan doa, Salib itu perlahan diangkat dan ditancapkan.

Kreeek... Boom!

Dengan bunyi yang kokoh, Salib itu kini berdiri tegak, menghadap jalan negara, siap menyambut matahari terbit setiap pagi. Ia bukan sekadar patung kayu, ia adalah janji yang tampak, simbol bahwa di tengah segala pergumulan hidup, umat memiliki pelindung, seorang Juruselamat. Doa bersama dipanjatkan, mengukuhkan keyakinan bahwa tempat baru ini adalah altar hidup mereka.

Setelah Salib berdiri tegak, Ketua Lingkungan, Pak Sariyanto Potik, memberikan pesan tegas yang mengiringi momen sakral tersebut. "Umat sekalian, Salib ini adalah pengawal kita. Karena itu, saya tegaskan, di wilayah ini tidak boleh ada perjudian, termasuk ketika saya mati tidak boleh ada hiburan berupa judi di rumah ini."

Setelah penancapan, suasana formal sedikit mencair dengan penandatanganan berita acara oleh Ketua Lingkungan dan Pastor Paroki. Ini adalah penanda resmi, sejarah telah tercipta, harapan telah ditancapkan.

Kebersamaan dalam Syukur

Sebagai puncak rasa syukur atas cuaca cerah dan kelancaran acara yang mereka yakini sebagai penyertaan Tuhan, umat berkumpul dalam kehangatan makan malam bersama. Tali persaudaraan bukan hanya antar umat, tetapi dengan seluruh masyarakat semakin erat terjalin.

Kemeriahan pun berlanjut. Iringan musik kotambung dan gong yang riuh rendah kembali menguasai suasana, kini mengiringi tarian sukacita. Kaki bergoyang, pinggul melenggang, dan jari jemari menari lincah, memadukan iman dan budaya dalam harmoni yang indah. Tuak manis yang disuguhkan menambah kehangatan persaudaraan. Ini adalah pesta rohani, pesta cinta kasih yang lahir dari kesatuan iman.

Pukul 21.00 WIB, seluruh rangkaian acara usai.

Umat dan masyarakat beranjak pulang. Mereka meninggalkan lokasi dengan hati yang penuh sukacita dan komitmen yang mendalam. Salib telah berdiri kokoh di Sungai Ombak, dan di dalam dada setiap orang, iman pun tertanam kuat. Mereka membawa serta harapan baru menjaga Lingkungan Santo Matius bukan hanya sebagai komunitas, tetapi sebagai keluarga yang diselamatkan melalui kekuatan dan cinta dari pengorbanan di kayu salib.

Tamat

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url