Bimo, Anak Desa Berjumpa Presiden.
![]() |
Sumber : fb. Vee Heni |
Bimo, panggilan manja yang diberikan oleh paman terdekatnya, berasal dari kebiasaan masa kecilnya yang hanya mau makan nasi yang dicampuri minyak goreng merk Bimo**.
Bimo, mengawali perjalanan pendidikan dasarnya yang penuh dengan liku-liku. Ia pertama kali menjejakkan kaki di SDN 19 Sake Kecamatan Ambalau, tempat kedua orang tuanya bertugas sebagai guru. Namun, tak lama kemudian, sejalan dengan mutasi kerja orang tuanya, Bimo harus pindah dan melanjutkan pendidikannya di SDN 23 Jelundung Kecamatan Serawai. Pendidikan SD-nya menemui titik akhir di SDN 1 Nanga Serawai, kemudian SMP Bukit Raya di Nanga Serawai, hingga SMA Panca Setya Sintang. Setelah lulus SMA, Bimo memutuskan untuk melanjutkan pendidikan S1-nya di Universitas Tanjungpura dengan memilih jurusan Bahasa Inggris, yang ia selesaikan dengan baik.
Antara melamar pekerjaan dan melanjutkan pendidikan
Namun, setelah menyelesaikan S1, Bimo dihadapkan pada dua pilihan yang sulit, melamar pekerjaan atau melanjutkan pendidikan. Kala itu tiga saudara tuanya masih belum memiliki pekerjaan tetap, yang berarti mereka masih memerlukan dukungan finansial dari orang tua mereka, sementara kedua orang tuanya juga sudah mendekati masa purna tugas sebagai PNS.
Baca juga : Kolop dan Bohuang: "Pembelajaran dalam Pertemanan yang Tragis" bag. I
Akhirnya pilihan jatuh pada opsi pertama yaitu melamar pekerjaan. Meskipun sebagai lulusan baru, Bimo berhasil diterima sebagai salah satu staf pengajar bahasa Inggris di Bimbel STAN dan Kedinasan terbaik dan terbesar yang berpusat di Solo dengan kantor cabang pertamanya di Pontianak.
Bimbel ini dikenal dengan bimbingan yang bisa meluluskan lebih dari 1000 siswa ke PKN STAN dan sekolah kedinasan lainnya setiap tahunnya. Di lembaga tersebut, Bimo diberi training dan pengalaman yang membuat ia banyak belajar dan mengasah diri dalam memahami kebutuhan siswa tingkat sekolah menengah atas.
Yang tertunda bukan berarti kegagalan
Setelah bekerja selama satu tahun, Bimo masih belum bisa melepaskan keinginannya untuk melanjutkan pendidikan. Maka, ia memutuskan untuk bekerja sambil kuliah di program pasca sarjana prodi Bahasa Inggris.
Baca juga : "Kolop dan Bohuang" bag. II
Dua tahun kemudian, tepat pada usia 26 tahun, Bimo yang bernama lengkap Veronika Heni resmi menyandang gelar S.Pd., M.Pd. Kini, ia bertugas sebagai dosen di sebuah perguruan tinggi ternama di Kota Pontianak, Kalimantan Barat.
![]() |
Sumber : fb. Vee Heni |
Pengalaman dan pencapaiannya membawanya menjadi salah satu project manager yang mengelola proyek di bidang lingkungan yang berkelanjutan dan pendidikan. Ia sering bekerja sama dengan orang-orang luar negeri, seperti pembuatan buku cerita rakyat lokal yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Jerman, untuk menjadi bahan pelajaran tambahan yang bermuatan lokal bagi siswa tingkat SMP dan SMA.
Berjumpa presiden
![]() |
Docpri |
Ketika ditanya melalui pesan WhatsApp tentang apa yang memotivasi dia hingga mencapai titik ini, Heni menjawab singkat, "Stay hungry, stay foolish," sebuah kutipan yang dikenal sebagai salah satu intisari pemahaman Steve Jobs memaknai kehidupan manusia.
Bimo, si anak desa, adalah tokoh inspiratif generasi milenial Dayak yang melalui perjalanan hidupnya, telah menunjukkan bahwa dengan tekad kuat dan usaha yang gigih, meskipun hanya seorang anak desa yang sederhana, bisa mencapai mimpi dan tujuan hidupnya, bahkan hingga bertemu dengan Presiden.
***