Kolas dan Otuk Hajok : Cincin Ajaib



Pada zaman dahulu, di sebuah dusun terpencil hiduplah sebuah keluarga kecil yang memiliki seorang anak lelaki tunggal. Anak itu diberi panggilan Kolas, sebuah sebutan yang berarti pemalas dalam Bahasa Dayak Uud Danum, karena memiliki sifat yang sangat malas.

Orang tua Kolas bekerja sebagai petani ladang sepanjang hari. Ayahnya pergi ke ladang menjelang matahari terbit, sementara ibunya menyusul setelah menyelesaikan pekerjaan rumah dan memasak. Keduanya pulang saat matahari terbenam.

Namun, ketika mereka tiba di rumah, mereka seringkali menemukan Kolas sedang berbaring bermalas-malasan.

Setiap kali diperintah oleh orang tuanya, jawabannya selalu sama, “kolas kuk kok.” yang arti malas saya kok.

Bahkan ketika diajak makan dengan hidangan lezat, jawabannya tetap tak berubah, “kolas kuk kok.”

Suatu hari, sang ayah membawa pulang daging rusa yang sangat gemuk, dan hidangan lezat pun disajikan.

“Ayo, Kolas, kita makan bersama,” ajak ayah dan ibu serentak.

“Kolas kuk kok,” jawaban Kolas tetap tenang.

Orang sedusun sudah sangat mengenal  akan kebiasaan Kolas. Mereka tak pernah mau mengajak pergi apalagi kalau harus menyuruh, karena mereka sudah tahu dengan pasti akan jawabannya.

Kebiasaan ini tetap terbawa hingga Kolas dewasa.

Pada suatu hari, sang ayah mengajaknya berburu ke hutan belantara.

Setelah melalui berbagai cara, Kolas akhirnya pergi meski dengan rasa terpaksa, itu pun terjadi karena ayahnya berjanji, bahwa setibanya di lokasi, ia akan segera membuat “balai” (pondok sementara) agar Kolas bisa berbaring.

Menjelang tengah hari, mereka tiba di hutan. Sang ayah memutuskan untuk memilih tempat yang sedikit tinggi di bawah rimbun pepohonan besar untuk mendirikan pondok kecil untuk mereka beristirahat.

Pondok sederhana nan mungil pun berdiri. Kolas langsung merenggangkan tubuhnya, bersandar malas-malasan di dalamnya.

Ayahnya melanjutkan perburuan ke tempat yang agak jauh.

Sepeninggalan ayah, tiba-tiba turun hujan rintik-rintik kemudian deras, tetapi matahari tetap bersinar.

Orang suku Dayak Uud Danum menyebut fenomena ini sebagai “ucan notang.”

Cuaca yang demikian membuat Kolas tertidur pulas.

Di kejauhan samar-samar dia mendengar namanya dipanggil.

“Bangunlah, Kolas”, sapa suara tersebut.

Suara tersebut muncul dari Otuk Hajok (jin) sang penguasa hutan belantara.

“Kolas kuk kok”, jawab Kolas pelan.

Karena dipanggil berulangkali, akhirnya Kolas memutuskan untuk bangun.

Ternyata di hadapannya ada sosok pria tinggi besar.

Mereka berbincang-bincang dengan santai. Kolas tidak menyadari kalau yang berada dihadapannya adalah Otuk Hajok.

Pada akhir perbincangan, Otuk Hajok mengajak Kolas untuk bertanding “pacak”, yaitu semacam panco dengan menggunakan jari jemari.

“Kolas kuk kok”, tolak Kolas pelan.

Karena terus dipaksa bahkan hingga Otuk Hajok sendiri yang mengatur posisi jari jemari mereka, Kolas mau tak mau akhirnya melayani permintaan tersebut.

“Ayo, satu, dua, tiiiggga,” aba-aba terdengar nyaring dari mulut Otuk Hajok.

Seketika dua pasang jari jemari saling menjepit dan memutar.

Lamaaaa…….

Akhirnya Otuk Hajok mengaku kalah.

“Menyerah”, pinta  Otuk Hajok lemas.

Tetapi Kolas bersikeras terus menjepit dan memutar.

“Akaiii, lepaskan”, teriak Otuk Hajok kesakitan.

“Kolas, kuk kok”, jawab Kolas dengan santai.

“Lepaskan, nanti dikasi hadiah Cincin”, pinta Otuk Hajok berulang kali.

Kolas akhirnya menurut, dengan malasnya, jari-jemarinya dilepaskan dari jemari Otuk Hajok.

Otuk Hajok memasang cincin di kelingking Kolas,

“Cincin ini sudah diberi mantra, gunakan untuk hal-hal yang baik”, pesan Otuk Hajok.

Tiba-tiba, Otuk Hajok lenyap.

Kolas sangat ingin mencoba cincin tersebut.

Dengan membisikkan sesuatu , dalam hitungan detik, yang diminta tersedia.

Ia mencoba lagi, dan dalam hitungan detik, sebuah rumah mewah berdiri megah di hadapannya.

Tak sabar Kolas menunggu ayahnya kembali.

baca juga Kisah Keluarga Otong

Saat ayah kembali, ia keheranan melihat ada sebuah rumah megah tersembunyi di dalam hutan. Tampaklah seorang pemuda ganteng dengan penampilan menarik, dan setelah ditatapnya dengan lama ternyata anaknya, Kolas.

“Ayah, pejamkan mata, kita pulang” pinta Kolas.

Dalam sekejap mereka tiba di halaman rumah.

Ketika ibu dan orang-orang melihat Kolas dan ayahnya pulang dengan berpakaian rapi, mereka terkagum-kagum.

Kolas bercerita tentang semua peristiwa yang dialaminya di hutan bersama Otuk Hajok saat ucan notang.

Akhirnya, Kolas menjadi seorang pemuda kaya nan baik hati di dusunnya.

***tamat***
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url