Tradisi “Masai Ocin”
Musim kemarau biasanya dimanfaatkan oleh suku Dayak Kalimantan untuk menangkap ikan di sungai. Peralatan yang digunakan pun masih tradisional. Dalam suku Dayak Uud Danum, proses menangkap ikan ini sebut “masai ocin”.
Masai adalah suatu kegiatan yang sedang dilakukan seperti menyendok, menimba dari bawah hingga ke atas permukaan air. “Ocin” dalam bahasa Dayak Uud Danum adalah ikan atau hewan.
Secara umum, masai ocin hanya dilakukan oleh kaum wanita. Sedangkan kaum laki-laki menangkap ikan dengan cara memancing, memasang jaring, menuba, menyelam, dan menjala ikan di sungai.
Sungai yang mulai surut dan banyak tumpukan daun, biasanya menjadi sarang tempat ikan berkumpul. Kaum wanita Dayak Uud Danum akan menyusuri pinggir sungai untuk menangkap ikan dengan cara “masai”.
Kalimantan, dengan kekayaan alamnya yang melimpah, adalah rumah bagi beragam suku bangsa yang mempertahankan tradisi-tradisi unik mereka. Salah satu tradisi adalah cara suku Dayak pedalaman Kalimantan menangkap ikan di sungai selama musim kemarau. Tradisi ini bukan hanya sebuah cara untuk mendapatkan makanan, tetapi juga merangkul aspek budaya, spiritual, dan sosial yang dalam.
Tradisi menangkap ikan ini telah diwariskan dari generasi ke generasi. Para anak muda diajarkan oleh orang tua mereka tentang teknik-teknik kuno ini, termasuk pemilihan tempat yang tepat, alat tradisional yang digunakan, dan bahkan pemahaman akan ekologi sungai. Hal ini memastikan pengetahuan dan keterampilan ini tetap hidup di masyarakat suku Dayak.
Salah satu aspek yang paling mencolok dari tradisi ini adalah penggunaan peralatan tradisional. Biasanya, alat yang digunakan adalah dari bahan jala, tali tambang, bambu, dan rotan. Ini adalah contoh keahlian yang luar biasa dalam menggunakan sumber daya alam dengan bijak.
Bagi suku Dayak, menangkap ikan di sungai bukan sekadar tindakan duniawi. Ini juga memiliki makna spiritual yang dalam. Sebelum mulai menangkap ikan dilakukan upacara adat dan berdoa kepada roh sungai untuk mendapatkan berlimpah ikan dan menjaga keseimbangan alam. Suatu cerminan koneksi mendalam dengan alam dan keyakinan akan pentingnya menjaga ekosistem sungai.
Selain sebagai sumber makanan, tradisi ini juga memiliki dampak sosial yang positif, memperkuat ikatan kekeluargaan. Sering kali menjadi kegiatan yang dilakukan secara kolektif. Dan bisa menjadi momen yang baik untuk berbagi cerita, lagu-lagu tradisional, dan kebijaksanaan lokal.
Namun tradisi menghadapi tantangan dari modernisasi. Selain itu, perubahan lingkungan, seperti deforestasi dan polusi sungai, dapat mengganggu ekosistem dan menurunkan populasi ikan. Tradisi harus terus dijaga namun butuh kerjasama masyarakat dan pemerintah.
Tradisi menangkap ikan di sungai pada musim kemarau di suku Dayak Uud Danum menunjukkan bahwa budaya, lingkungan, dan spiritualitas dapat menyatu. Tradisi yang telah menjadi warisan yang harus dijaga untuk generasi selanjutnya. Dan yang tak kalah penting menjaga kelestarian lingkungan.