Balun Bahkai dan Balun Asuk, Perkara Makanan Berujung Tragis
Adalah seekor Balun Bahkai dan Balun Asuk hidup bertetangga. Dalam keseharian, kehidupan mereka tidak selalu harmonis. Namun mereka dapat menyembunyikannya. Mereka masing-masing mempunyai anak lebih dari selusin.
Suatu hari Balun Bahkai dan Balun Asuk sepakat untuk pergi ke hutan mencari makanan bersama. Anak-anak ditinggalkan di rumah masing-masing.
Keesokan harinya, setelah menyiapkan bekal, keduanya berangkat ketika matahari terbit di ufuk timur. Masing-masing membawa sebuah landong sebagai tempat perbekalan dan menaruh hasil perjalanan mereka di hutan. Tujuan utama mereka adalah sebuah hutan rimba yang kaya akan buah-buahan.
Induk Bahkai dan induk Asuk berkata kepada anak-anak mereka, “Tetaplah di rumah, jangan nakal, kami pulang sore hari.”
Anak-anak Balun Asuk menjawab, “Auuungg gukk gukk“, dan anak-anak Balun Bahkai menjawab, “Cekrak hoo cekrakk hoo.”
Menjelang siang, mereka tiba di hutan yang lebat. Meskipun telah melakukan pencarian ke sana kemari, mereka belum menemukan sumber makanan yang dapat dimakan. Balun Bahkai mengajak Balun Asuk untuk istirahat sejenak. Selama istirahat, mereka menikmati bekal yang telah mereka bawa. Setelah selesai makan, mereka melanjutkan pencarian lagi.
Menjelang sore, Balun Asuk menghirup aroma buah puan yang sudah matang. Setelah dicari, ada sebuah jatuh di dekat pohonnya, membuat keduanya sangat bahagia. Bahagia mereka bertambah ketika menoleh ke atas dan melihat buah puan yang besar-besar, lebat dan sudah cukup matang.
Naluri memanjat Balun Bahkai pun muncul seketika.
Balun Bahkai berkata,”Biarlah saya yang memanjat kamu bagian mengumpulkannya.”
“Baiklah,” jawab Balun Asuk.
“Ingat, kamu hanya mengumpulkan, jangan sekali-kali memakannya tanpa seijinku,” kata Balun Bahkai dengan keras.
Dalam hitungan detik, Balun Bahkai sudah berada di atas pohon puan.
Balun Bahkai memetik buah puan, lalu dijatuhkannya. Namun ia tidak bisa menahan diri. Ia tergoda. Beberapa buah dimakannya di atas pohon, dan kulitnya pun jatuh berserakan di tanah. Meskipun aroma buah tersebut sangat menggoda, Balun Asuk tetap patuh pada larangan Balun Bahkai. Ia hanya sekedar menjilati kulit buah puan yang jatuh.
Ironis memang, Balun Bahkai yang membuat ketentuan malah ia sendiri yang melanggarnya.
Buah puan yang terkumpul ternyata cukup banyak.
Balun Bahkai pun turun. Ia mencium aroma buah puan dari mulut Balun Asuk. Ia geram. Tak dipedulikannya penjelasan dari Balun Asuk. Diambilnya sepotong kayu lalu dipangkongnya pada kepala Balun Asuk.
Seketika Balun Asuk pingsan.
Setelah itu, Balun Bahkai pulang sendirian dengan membawa landong penuh buah puan, meninggalkan Balun Asuk yang tergeletak pingsan.
Sudah petang ketika Balun Bahkai tiba di depan rumah.
Anak-anak Balun Asuk dan Bahkai sangat senang.
“Guuukkk gukk, inek bulik.”Cekrak hooo cekrak hooo”, teriak anak-anak gembira.
“Ibu pulang katamu?” Balun Bahkai menjawab dengan ketus, “Ibu mu mati diterkam harimau di hutan.”
Anak-anak Balun Asuk terdiam dan sedih. Mereka segera masuk ke dalam rumah. Sementara itu, anak-anak Balun Bahkai kegirangan setelah melihat ibunya membawa buah puan satu tengkalang penuh.
Cuaca di luar sangat buruk, hujan deras dan anak-anak Balun Asuk tidak bisa tidur dengan nyenyak. Mereka kedinginan dan merindukan pelukan sang ibu yang tidak dapat dirasakan lagi seperti malam-malam sebelumnya.
Sementara itu, jauh di dalam hutan, Balun Asuk siuman dari pingsannya karena tetesan air hujan yang masuk ke dalam lubang hidungnya. Saat ia membuka matanya, ia melihat sekelilingnya kosong dan hanya cahaya bulan yang menerangi dedaunan.
Tiba-tiba, terdengar suara babi hutan yang sedang berebut kulit buah puan. Dengan hati-hati, Balun Asuk mengintip ke arah suara itu dan mengambil sepotong kayu lalu dipangkongnya. Seekor babi hutan tambun tergeletak mati. Balun Asuk memasukkan babi hutan tersebut ke dalam landong dan beranjak pulang dengan mengerahkan segenap tenaganya.
Ketika subuh, Balun Asuk tiba di depan rumah. Ia perlahan-lahan mengetuk pintu. Anak-anak Balun Asuk ketakutan, namun mereka mulai mengenali suara panggilan ibu mereka. Mereka sangat senang saat melihat ibunya kembali membawa babi hutan.
Riuh rendah suara anak-anak Balun Asuk terdengar sampai ke rumah sebelah. Balun Bahkai dan anak-anaknya mengintip dan seakan tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Keheranan mereka semakin bertambah,terlebih setelah melihat Balun Asuk membawa babi hutan,
Balun Bahkai memang pandai bersandiwara. Ia datang ke rumah Balun Asuk dan mulai berbicara seakan-akan tidak ada yang pernah terjadi. Yang lebih aneh lagi, Balun Asuk sepertinya terhipnotis dan percaya pada kata-kata Balun Bahkai. Balun Bahkai dan anak-anaknya disuguhi makanan enak, bahkan ketika pulang, mereka masih dibolehkan membawa sisa makanan.
Balun Asuk mengolah daging babi hutan dengan berbagai cara, ada yang dibuat pekasam, disalai dan dibuat sopundang.
Aromanya sangat menggoda. Balun Bahkai dan anak-anaknya selalu datang dan ikut makan. Anak-anak Balun Bahkai belum puas dan ketika Balun Asuk dan anak-anaknya pergi, mereka mencuri daging yang disimpan Balun Asuk.
Awalnya, Balun Asuk tak menghiraukannya. Namun, akhirnya ia tidak tahan. Dibuatnya sebuah jebakan. diambilnya sedikit daging lalu ditaburi racun. Ketika anak-anak Balun Bahkai memakannya, mereka keracunan dan akhirnya mati. Tinggallah Balun Bahkai seorang diri. Akhir kisah, Balun Bahkai sadar dan memutuskan untuk mengabdi pada keluarga Balun Asuk sebagai bentuk permintaan maaf.
***
Pesan moral : tindakan buruk dapat berakibat fatal dan merugikan diri sendiri dan orang lain, juga mengajarkan kita untuk tidak iri hati dan menikmati kesuksesan orang lain dengan ikhlas.
Keterangan :
Balun Bahkai = Induk monyet yang sudah tidak punya suami
Balun Asuk = Induk anjing yang sudah tidak punya suami
Landong = tengkalang, sejenis tas ransel yang terbuat dari rotan
Puan = mentawak
inek bulik = ibu pulang
sopundang = irisan daging tipis yang dikeringkan dengan cara dijemur di bawah terik sinar matahari.