Ngamai, Nginai, Mokanak, dan Hokonuang: “Tradisi Pengakuan dan Pembentukan Keluarga dalam Budaya Suku Dayak Uud Danum”
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat suku Dayak Uud Danum Kecamatan Ambalau Kabupaten Sintang Kalbar mengenal ritual adat ngamai, nginai, mokanak, dan hokonuang atau yang disebut hotakan.
Ritual ini adalah sebagai bentuk pengakuan seseorang terhadap orang lain. Ngamai nginai berarti mengangkat seseorang menjadi ayah atau ibu, mokanak berarti mengangkat seseorang menjadi anak, dan hokonuang berarti mengangkat seseorang menjadi saudara.
Ritual ini dilakukan karena berbagai alasan, seperti pesan yang diterima melalui mimpi, kebaikan atau kasih sayang seseorang yang dirasakan sangat luar biasa, dan setelah terjadinya perselisihan atau perkelahian.
Pesan melalui mimpi bisa datang dari orang yang bersangkutan atau terkadang melalui orang lain, dan harus ditindaklanjuti karena jika tidak, biasanya akan menimbulkan efek negatif pada orang tersebut dan orang yang dititipi mimpi. Efek negatif tersebut biasanya sakit-sakitan yang tak kunjung sembuh.
Ritual karena kebaikan atau kasih sayang seseorang yang luar biasa, menjadi ungkapan terima kasih yang tak terhingga. Sementara itu, ritual yang diakibatkan oleh perselisihan/perkelahian adalah sebagai bentuk penyesalan atas kesalahan dan ingin memperbaiki hubungan yang lebih erat.
Ritual ngamai, nginai, mokanak, dan hokonuang meliputi langkah-langkah mulai dari yang ringan sampai kepada yang tertinggi.
Tahapan ringan biasanya dilakukan hanya dengan hoposirou yang menggunakan tongang, disertai piring berisi beras dan sebuah besi (dapat berupa parang, golok atau seraut) sebagai simbol komahang semenget moruak. Beras digunakan untuk ngurun moruak.
Tahapan menengah hampir sama dengan tahapan ringan, hanya saja memerlukan persiapan yang lebih matang dengan penambahan beberapa bahan seperti ayam, somomolum, kajuk busik, dan kajuk posik.
Ayam digunakan untuk mohpas, suatu ritual yang dilakukan oleh tetua adat atau seseorang yang memiliki pengalaman yang cukup.
Somomolum, kajuk busik, dan kajuk posik digunakan sebagai persyaratan pada saat mohpas. Setiap tanaman diyakini memiliki makna dan tujuan tersendiri sesuai namanya.
Somomolum melambangkan tanaman yang mudah tumbuh di mana saja. Kajuk busik memiliki arti sesuatu yang berisi, sedangkan kajuk posik memiliki arti memperoleh rejeki.
Seseorang yang mohpas dapat melantunkan kata-kata atau kalimat, bisa berupa lagu parung yang berisi harapan dan niat baik serta doa kepada Mohotalak sang Penguasa kehidupan. Pada tahapan ini, kedua belah pihak dapat dikenakan bahtui atau jihpon. Namun, penentuan besaran nilai bahtui/jihpoi tidak ditentukan.
Tahapan tertinggi adalah hopatang dahak, juga disebut kuman dahak. Darah dari seseorang diperoleh dengan cara menggores bagian tertentu. Bagi yang hendak ngamai nginai atau mokanak, hanya darah yang akan dijadikan ayah atau ibu saja yang akan diambil, sedangkan yang akan dijadikan anak, darahnya tidak diambil.
Letak darah orang tersebut akan diambil jika menjadi amai (ayah angkat) yang terletak di dada di atas susu. Sebaliknya jika berniat nginai (ibu angkat), darah akan diambil dari area sekitar puting susu. Namun jika ingin menjadi hokonuang (bersaudara), harus mengambil darah keduanya.
Yang tertua di bahu kanan dan yang termuda di bahu kiri. Kemudian saling bertukaran. Darahnya kemudian dapat dicampur dengan tuak, dimasukkan ke dalam cangkir atau gelas, dan diminum. Darah yang diambil biasanya tidak banyak, seukuran dengan butiran beras.
Pada tahap tertinggi, kedua belah pihak harus membayar bahtui atau jihpoi senilai dua ulun. Satu ulun memiliki nilai Rp. 500.000 dalam bentuk uang tunai. Meskipun wajib membayar jumlah yang sama, mereka tidak dapat menggunakan bahasa impas.
Setiap individu harus membayar bahtui atau jihpon mereka sendiri, kemudian mereka saling menukar. Bahtui / jihpoi dapat diganti dengan barang antik dengan perhitungan nilai kurang lebih. Contoh barang antik tersebut dapat berupa tempayan (guci) atau benda berharga lainnya.
Menurut tradisi suku Dayak Uud Danum, pengakuan anak ngamai nginai, mokanak, dan hokonuang dengan tahapan tertinggi (hopatang dahak) memiliki arti yang setara dengan anak kandung atau saudara kandung.
Oleh karena itu, jika terjadi pembagian harta warisan di kemudian hari, mereka (anak angkat) memiliki hak yang sama dengan anak dan saudara kandung mereka.
Dalam acara hopatang dahak, dokumen yang menyatakan kebenaran peristiwa tersebut harus dibuat, yang harus diketahui oleh saksi-saksi dari tokoh atau Pengurus Adat setempat.
Ritual ngamai, nginai, mokanak, dan hokonuang merupakan bagian penting dari adat dan budaya suku Dayak Uud Danum, yang masih dilestarikan hingga saat ini.
Nara sumber :
Rabab, S.Sos. dan Amben (tokoh masyarakat Kecamatan Ambalau Kab. Sintang Kalbar)
hoposirou = memasang gelang/manik-manik
tongang = tali berbahan kulit kayu sejenis kepuak yang kuat
komahang semenget moruak = pengeras semengat / roh
ngurun moruak = memanggil semengat
somomolum = tumbuhan cocor bebek
kajuk busik = tanaman keras, tidak terlalu tinggi dan berdaun kecil
kajuk posik = tanaman yang buahnya banyak bergantungan pada ranting kecil seperti tali pancing.
Mohpas = tepas-tepas menggunakan ayam di atas seseorang atau orang banyak
Parung = melantunkan kata-kata atau kalimat dengan nada tertentu
Mohotalak = Tuhan Yang Maha Kuasa
bahtui/jihpoi = ulun, dengan nilai rp. 500.000 jika diuangkan.
hopatang dahak, kuman dahak = ritual minum darah seseorang dengan tujuan pengakuan